Jumat, 26 November 2010

TUGAS DASAR EPID SURVEILANS

Sistem Surveilans Penyakit Demam Berdarah

Penyakit demam berdarah merupakan salah satu jenis penyakit yang masih mewabah di Indonesia. Penyakit Demam Berdarah Dengue (dengue hemorrhagic fever) atau lebih dikenal dengan DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue. Virus ini ditularkan dari orang ke orang oleh nyamuk Aedes aegypti. Salah satu daerah endemis DBD adalah Semarang. Angka insidensi DBD di kota Semarang menunjukkan bahwa pada tahun 2005 jumlah penderita DBD mencapai 2.297. Melihat tingginya jumlah penderita penyakit ini maka seharusnya sistem surveilans yang ada dapat menyediakan data dan informasi yang akurat, valid, dan up to date.

Dasar dari surveilans itu sendiri adalah pengumpulan data secara sistematik dan terus – menerus untuk tujuan spesifik pada suatu kejadian dalam periode waktu tertentu, mengelola dan mengorganisasi, melakukan analisis dan interpretasi, serta mengomunikasikan hasil surveilans kepada pihak – pihak yang berkompeten untuk ditindaklanjuti. Surveilans epidemiologi merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dalam mendukung pengendalian dan penanggulangan penyakit menular, tidak terkecuali pada kegiatan pengendalian dan penanggulangan penyakit DBD. Secara garis besar tujuan surveilans adalah guna mendapatkan informasi epidemiologi masalah kesehatan, yang meliputi frekuensi masalah kesehatan, distribusi / gambaran masalah kesehatan menurut orang, waktu, dan tempat, dan determinan / factor resiko penyebab masalah kesehatan tersebut. Contoh – contoh hasil surveilans adalah evaluasi intervensi, monitor kemajuan pengendalian, monitor kinerja program, monitor trend penyakit endemic, deteksi KLB, prediksi KLB, memperkirakan dampak masa datang dari penyakit.

Sistem surveilans diperlukan ketika beban penyakit (burden of disease) tinggi, sehingga merupakan masalah penting bagi kesehatan masyarakat. Sumber data surveilans adalah laporan dari fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta, laporan dari jajaran departemen kesehatan yang secara aktif memonitor suatu keadaan kesehatan, serta survei, penelitian, dan penyelidikan langsung ke lapangan (masyarakat).

Sistem surveilans penyakit DBD adalah pengamatan penyakit DBD di puskesmas meliputi kegiatan pencatatan, pengolahan dan penyajian data penderita DBD untuk pemantauan mingguan, laporan mingguan wabah, laporan bulanan program P2DBD, penentuan desa / kelurahan rawan, mengetahui distribusi kasus DBD / kasus tersangka DBD per RW / dusun, menentukan musim penularan dan mengetahui kecenderungan penyakit.

Melihat tingginya jumlah penderita penyakit DBD yang ada sebaiknya system surveilans penyakit DBD di puskesmas tidak hanya dilakukan sebatas pada apa yang telah dijelaskan di atas, tetapi meliputi hal – hal yang lebih akurat, efisien, dan efektif.

Sebaiknya data kasus atau penderita yang telah diperoleh dari rumah sakit disampaikan tiap satu bulan. Bila laporan disampaikan dalam kurun waktu kurang dari 1 bulan, sebaiknya ditindak lanjuti dengan Penyelidikan Epidemiologi (PE) oleh puskesmas terkait untuk mengetahui sumber kasus / penderita dan radius penyebaran. Tindak lanjut dari PE yang akan dilakukan adalah fogging atau pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Alur pelaporan kasus DBD dimulai dari masyarakat dan dari petugas kesehatan / rumah sakit ataupun klinik lainnya, kemudian dilanjutkan dengan pelaporan ke Puskesmas, dari puskesmas akan diteruskan laporannya ke Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota. Data yang telah didapat akan digunakan untuk melihat perkembangan kasus serta penyebaran kasus di wilayah kelurahan, kecamatan maupun secara keseluruhan di kota yang sedang dilakukan surveilans tersebut. Data – data ini selanjutnya digunakan untuk proses perencanaan dan penanggulangan pemberantasan DBD. Hasil PE yang meliputi jumlah penderita, jumlah rumah yang di-PE, jumlah rumah yang positif jentik nyamuk, jumlah rumah yang melakukan pemberantasan sarang nyamuk digunakan untuk membuat laporan pelaksanaan PE. Laporan PE ini merupakan dasar bagi tindak lanjut pemberantasan DBD di wilayah lokasi PE maupun dalam proses perencanaan penanggulangan secara umum di kota yang dijadikan lokasi tersebut. Yang tidak kalah pentingnya dalam system surveilans DBD ini adalah data tentang jumlah penduduk per wilayah kelurahan per tahun. Data ini nantinya akan dimanfaatkan untuk membuat hitung – hitungan tentang angka kejadian demam berdarah dan proporsi jumlah penduduk yang sakit. Hasil pencatatan dari data – data yang telah dimasukan berguna untuk mengetahui kecenderungan situasi penyakit. Adanya data – data yang telah terkumpul tersebut akan lebih efisien dan efktif apabila diinformasikan secara online, sehingga pihak – pihak yang nantinya akan saling memberi dan menerima data tersebut dapat menerimanya dengan tepat waktu.

Seperti yang telah disinggung di atas mengenai Penyelidikan Epidemiologi (PE), maka berikut ini juga akan dijelaskan lebih lanjut mengenai hal tersebut. Penyelidikan Epidemiologi (PE) DBD yaitu pencarian penderita / tersangka DBD lainnya dan pemeriksaan jentik di rumah penderita / tersangka dalam radius sekurang – kurangnya 100 meter (di rumah penderita dan 20 rumah sekitarnya) serta tempat – tempat umum yang diperkirakan menjadi sumber penularan. Tindak lanjut dari hasil PE adalah :

a) Apabila ditemukan penderita DBD lain atau ada jentik dan penderita panas tanpa sebab yang jelas > 3 orang maka melakukan: penyuluhan 3M Plus, larvadisasi, dan pengasapan / fogging focus

b) Apabila tidak ditemukan maka hanya melakukan penyuluhan denga kegiatan 3M Plus.

Nama : Catherina Sekar R

NIM : E2A009147

Mahasiswa : FKM UNDIP